Jakarta kalau menghadapi Hari Raya maka banyak ditemui pasukan gerobak. Terkesan tiba-tiba kalau kaum duafa (dulu dikenal sebagai pengemis) jumlahnya bertambah. Tanpa mau berbicara soal profesi ini lebih lanjut, saya lebih fokus kalau ini masalah kota besar Jakarta ? Apakah pemerintah DKI ada usaha kearah itu ? Bukankah sekarang dimana-mana ada penyalur bantuan sosial oleh masyarakat sendiri. Artinya dari yang punya kepada yang tidak punya yang pada bulan puasa bisa amat terkait pada prinsip dan ketentuan amal ibadah agama Islam yaitu Infak, sedekah dan zakat ? Dari data sejarah hal ini cukup menarik apa yang dikerjakan fihak tentara sekutu pada tahun 1946.
Pasca zaman Jepang, Jakarta menghadapi kaum Tuna Wisma, mereka miskin papa, menderita dan kehidupan sosialnya tidak keruan. Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri tidak mampu mengatasinya. Maka saat itu ada badan bernama Allied Military Administration Civil Affairs Branch (disingkat AMACAB) . Kerjanya antara lain ngurusin soal-soal sipil termasuk kaum duafa saat itu.
Mereka mendirikan pusat dapur umum (Centrale Keuken) dan pusat pengobatan. Foto, atas kaum duafa di Jakarta tahun 1946 yang miskin, kurus, sakit, menderita 1001 macam masalah hidup. Mereka tinggal dibawah jembatan, emper toko bahkan di alam terbuka ? Bawah pusat dapur umum yang membagikan makanan dan melayani kesehatan. Tampak tulisan: Comando (co) Amakab. Jang maoe menerima makanan menghadeplah lebih dahoeloe kapada doktor Benlutter alamat roemah sakit Dolorosa depan Lammerslaan.