Dibidang militer, Perdana Menteri Sutan Sjahrir tidak berhadapan langsung dengan masalah pokoknya. Disana ada Amir Sjarifudin yang sejak memangku Menteri Pertahanan berusaha menata bidang militer menurut selera dan pandangan hidupnya. Padahal secara praktis jangkauannya amat terbatas pada lingkungan militer karena sebagian lapangan militer menjadi tanggung jawab Soedirman sebagai Panglima Besar.
Hal ini menimbulkan koflik laten di Yogya. Sebagai Perdana Menteri Sjahrir tidak bisa membiarkan Amir berkonflik terus menerus dengan lembaga ketentaraan yang ada. Disadarinya disana ada Soedirman yang didukung oleh Soekarno dan Hatta. Maka didekatinya Soedirman dimana kebetulan sejumlah pembantu Soedirman adalah orang-orang yang dekat dengan Sjahrir.
Hubungan harmonis Sjahrir-Soedirman berhasil dibina, khususnya dalam rangka melicinkan perundingan Indonesia Belanda. Dalam gencatan senjata 14 Oktober 1946, Soedirman adalah sosok yang berada didepan mendukung perundingan Indonesia-Belanda tersebut.