• Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah

    Delegasi Indonesia di sidang Dewan Keamanan PBB



    Pada gambar tampak dari kanan ke kiri: H.A. Salim, Charles Thambu, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Soedjatmoko, Sutan Sjahrir. Sumber tulisan: Mengenang Sjahrir editor H.Rosihan Anwar.

    Sebelum perang, pada Sjahrir sudah timbul kesadaran bahwa bahaya dan ancaman fasismelah yang utama dan pergerakan rakyat harus dipersiapkan untuk menghadapi bahaya dan ancaman fasisme tersebut. Dalam hal ini kedudukan negeri Belanda dan demokrasi Belanda sama dengan Indonesia dan pergerakan rakyat Indonesia, yaitu Belanda menghadapi bahaya dan ancaman fasisme Jerman, sedangkan Indonesia menghadapi bahaya dan ancaman fasisme Jepang. Renungan dan kesadaran Sjahrir ini serta pandangannya terhadap perkembangan dunia selanjutnya seperti ditulisnya dalam bukunya Renungan Indonesia pada bulan Maret 1938, masih asing baik untuk Pemerintah Belanda di negeri Belanda maupun untuk Pemerintah Belanda di Indonesia. 

    Kebijaksanaan politik Pemerintah Belanda di negeri Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia masih tetap seperti sedia kala. Pemerintah Belanda di negeri Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia masih mendasarkan diri pada politik kolonial yang ortodoks yaitu suatu pemerintahan otokrasi dari Pemerintah Kolonial. Sebaliknya pergerakan rakyat masih tetap berdasarkan antitesa Indonesia-Belanda, berdasarkan anti imperialisme Belanda. Di kalangan rakyat Indonesia sikap anti-Belanda lebih penting daripada ancaman fasisme Jepang. Orang mengagumi dan menyanjung-nyanjung Jepang karena orang melihatnya sebagai negeri lambang kekuatan Asia. 

    Bahkan ada kepercayaan pada golongan gerakan Indonesia, terutama di Jawa, bahwa pulau Jawa sesudah dijajah oleh orang-orang kulit putih akan mengalami penjajahan seratus hari oleh orang-orang kulit kuning yang dari Utara. Orang kulit kuning menurut kepercayaan rakyat yang sudah berabad-abad lamanya itu adalah Jepang. Kesadaran yang dimiliki Syahrir sesuai dengan perkembangan dunia internasional tentang kemungkinan kerja sama antara rakyat Belanda dan Indonesia dalam menghadapi ancaman dan bahaya fasisme tidaklah dimiliki dan tumbuh di kalangan Pemerintah Belanda di negeri Belanda, apa lagi di kalangan Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. 

    Perkembangan internasional tidak dapat mengubah mentalitas yang berkuasa di Belanda dan juga pada Pemerintah Hindia Belanda, juga tidak sesudah negeri Belanda diduduki oleh Jerman pada bulan Mei tahun 194O. Kejadian selanjutnya dalam garis besarnya sesuai dengan apa yang direnungkan oleh Sjahrir pada tahun 1938. Seluruh Eropa Barat diduduki oleh fasisme Jerman (Hitler) dan tanggal 8 Desember tahun 1941 pecahlah Perang Pasifik dengan dibomnya Pearl Harbour dan dikuasainya seluruh Asia Tenggara oleh fasisme Jepang. Oleh karena tidak ada kesadaran baik dari pihak Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda maupun dari gerakan rakyat Indonesia seperti yang dimiliki oleh Sjahrir, tidak adalah kerja sama antara Belanda dengan pergerakan rakyat Indonesia untuk menghadapi fasisme. 

    Memang benar pada waktu hampir didudukinya Pulau Jawa oleh Jepang ada usaha Pemerintah Hindia Belanda menawarkan kerja sama kepada pergerakan rakyat yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin untuk mempersiapkan diri mengadakan perlawanan terhadap Jepang. Tapi semua itu sudah kasep. Sesudah Sjahrir dan Hatta dibebaskan oleh Jepang pada bulan Maret 1942, Sjahrir mengambil keputusan dengan pasti tidak akan bekerja sama dengan Jepang serta akan mempersiapkan penyusunan gerakan rakyat untuk melawan fasisme Jepang. Setelah Sjahrir dibebaskan ia mengambil tempat tinggal di Cipanas yaitu di rumah kakaknya Ny. Djuhana (istri Dr Djuhana). 

    Sjahrir mengatakan kepada Hatta yang sudah dikenal oleh Jepang sebagai pimpinan Nasionalis, dia itu tidak dapat mengelakkan bekerja sama secara terbuka dengan Jepang. Sebaliknya Sjahrir yang tidak begitu dikenal oleh Jepang supaya tidak bekerja sama dengan diusahakan agar tetap tidak diketahui oleh Jepang. Dalam pada itu hubungan mereka supaya dipelihara. Dengan diam-diam Sjahrir memulai kegiatannya di bawah tanah menemui orang-orang yang ia yakini betul pejuang-pejuang demokrasi dan kemanusiaan melawan fasisme, antara lain J. de Kadt. Sjahrir menemui J. de Kadt karena memiliki suatu rancangan yang dibuat J. de Kadt untuk sekolompok orang Belanda dan Indo yang bermaksud mengadakan gerakan di bawah tanah melawan Jepang. 

    Rancangan ini merupakan semacam pola tentang tindakan peralihan setelah Indonesia dibebaskan dari pendudukan negara asing dan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Tindakan ini harus diambil bersama dengan pemimpin-pemimpin kebangsaan Indonesia agar masa peralihan ini dapat berlangsung secepat mungkin. Foto, Delegasi Indonesia di sidang Dewan Keamanan PBB Lake Success pada bulan Agustus 1947 (67 tahun yang lalu) yang berhasil memperjuangkan diterimanya sebuah resolusi yang menentukan sebuah komisi untuk menengahi penyelesaian masalah Indonesia-Belanda diketuai oleh Sjahrir. 

    0 comments:

     

    Tentang Blog

    Seluruh artikel dan foto-foto di dalam website ini merupakan saduran dari berbagai sumber diantaranya adalah social media (facebook, twitter, tumblr, dll) dan wikipedia.

    Tujuan Blog

    Adapun website ini bertujuan pembelajaran kepada semua orang untuk kembali mengenang, menyebarkan dan mengingat "Sejarah Republik Indonesia"

    Licenses

    Creative Commons License
    This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License And some of them are licensed under the copyright holder..